Hai kawan, saya akan memposting rangkuman novel dari anak bangsa yang isi nya bikin perut mules gara gara nahan kentut. *Nahlo...
Ketika Cinta Berlari
Di sebuah SMA Negeri 444 Babakan Sari,
kota Bogor. Benben tergopoh-gopoh
berlari menuju ke toilet. Alhasil beberapa murid menatapnya dengan membatin, “Kasihan masih pagi sudah bolak-balik WC”. Disisi lain di halaman sekolah seorang murid kelas dua belas IPA berjalan mindik-mindik karena mengejar waktu, sebut saja Koprol yang hobinya bangun kesiangan, udah tahu sekarang waktunya kimia dengan gurunya yang kiler pakai acara terlambat segala lagi. Anggoro Mustakim bocah asli made in Kaliurang-Jogyakarta, adalah teman dari Gorro, Benben, dan Ridho. Perlu diketahui mereka sering membicarakan tentang Ridho, Teman yang pintar, sholeh, keren, dan ceria. Tetapi sikapnya tidak sesumringah seperti dulu, Entah apa sebabnya, dan seperti bukan Ridho yang sebelumnya.Suatu ketika di kelas XII IPA 2 semua mata terpanah, semua mata terpejam tertuju pada satu titik sosok tinggi semampai, putih, cantik dan memiliki senyum dahsyat yaitu Khaylila anak baru pindahan dari cicalengkah. “Kok pindah? Kenapa? Tanya Gusti” “gak betah saja jauh dari Mama” Khay memberi alasan sambil tersenyum manis. Benar kata orang sosok ibu itu emang dikenang dan dikenangi oleh anaknya daripada sosok Ayah.
“Kemarin kenapa kamu gak masuk Dho? Tanya koprol” yang langsung membuka percakapan saat Ridho membereskan buku-bukunya. Namun Ridho hanya diam, Gorro dan kawan-kawanya menuju ke luar kelas Dan tertuju pada sosok yang melamun “woi Khay, jangan melamun saja” “eh kalian!!! “ denagan tersontak kaget, Khay menjawabnya. “Mana teman kalian yang satunya? Kata Khay”, “maksud kamu Ridho?“ujar Benben. Iya ”dengan singkatnya khay menjawab” kenapa Ridho seperti menjahuiku dan acuh tak acuh terhadapku? “Tanya khay, kepada mereka” koprol menjawabnya dengan ketus ”memang sikap Ridho akhir-akhir ini seperti itu” “aku yo… sebenere penasaran proll? Kata Gorro bocah yang memiliki kapasitas otak yang tak lebih dari otak keong. Kadang suka keterlaluan begonya huh dasa otak Made in Bantul. Gorro, Koprol,benben mulai mengorek-ngorek tentang sikap ridho yang mengacuhkan khay. “Eh sebelumnya aku mau Tanya, tapi kamu jangan marah ya?? Dho,” “iya, jawab Ridho denga jidat yang menggerut“ “Kenapa kamu seperti membenci khay dan akhir-akhir ini sikapmu berubah? Kata mereka” “aku tidak membencinya, tapi aku takut jatuh cinta kepadanya. Ujar Ridho” “kenapa kowe takut jatuh cinta Dho? Ketus Gorro” “ya, karena semua udah jelas Agamaku islam, islam melarang untuk pacaran Apalagi aku sekarang jarang nongkrong dengan kalian karena waktuku dan fikiranku hanya tertuju pada Ibuku, yang sedang sakit kanker. Aku harus mengurus ibuku, sebab Cuma aku yang beliau punya.
“Ada yang mau aku ceritakan kepada kalian, aku berharap bisa dapat masukan atau solusi dari kalian bertiga.” “apa? Cerita saja. Ini yang kami harapkan. Inilah gunanya sahabat. Bukan begitu, Ben?” Benben manggut. “iyo, cerita aja Dho, kowe kan uda bantu aku, saiki gentian aku sing bantu kowe.” “Tapi janji ya? Kalian jangan bilang siapa-siapa!!!” Ridho mulai menceritakan masalahnya mulai dari kurir Narkoba, hingga kebohongan yang dilakukan dengan terpaksa untuk memberikan alasan kepada ibunya tentang asal uang yang selalu dipakai untuk biaya berobat dan menebus obat ibunya selama ini. Ada perasaan bersalah dan berdosah yang selalu menghujam ketika dia melihat teduh wajah sang ibu. “iku podo wae kowe menyuruh mbokmu memakan makanan yang haram, dho? Dan gak takut dipenjara Dho?” kata Gorro. “takut. Tapi, dosa melebihi ketakutanku terhadap penjara.” Ujar Ridho, “Dho buat siapa bunga yang kamu beli setiap hari di toko nya Khay?.” Tanya koprol. “Wah jangan-jangan buat penyamaran kowe waktu nganter narkoba Dho? Jawab Gorro” yang pasalnya terlihat lebih cerdas dari biasanya. Ridho mengangguk pelan. “Biasanya aku selipin ke dalam pot bunga sampai ke dalam tanahnya.” Koprol masih tak percaya yang dilakukan temanya tersebut.
langkah kakinya Begitu gontai, membuatnya terus melaju malam ini. Ridho seolah tersesat di keramaian kota bogor. Masih dengan menyusuri kota bogor Ridho penuh dengan sejuta kekosongan hatinya. Hingga sampai antara persimpangan Jakarta-Bogor-puncak, suara adzan Isya’ akhirnya memecah lamunanya. Langkahnya berhenti disebuah musollah kecil yang terlihat sederhana dari luar. Matanya ke atas, musollah ‘Roudhotul Jannah’ atau taman surga jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia. “Mari dik!” seorang pemuda, sekitar 25 tahun, yang baru dating tiba-tiba menegurnya sembari tersenyum ramah. “Hh..eh iya kang, silahkan duluan mangga,” sahut Ridho yang gagap. Setelah shalat Ridho melihat ke atas langit, tiba-tiba ingat dengan raut wajah ibunya. Seorang pemuda yang hendak memberikan bantuan dengan isyarat ‘cerita saja kalau itu membuatmu tenang’. Lelaki itu menunggu dengan sabar. “Oh iya hamper lupa nama saya Majas” Ridho tersenyum menyambut uluran tangan lelaki di sampingnya “Aku Ridho” mereka mengobrol panjang lebar hingga membicarakan kehidupan Ridho yang sekarang ini. “kamu harus menjalani dengan ikhlas Dho” kata kang Majas. Berat tubuh Ridho tiba-tiba roboh dan terjatuh dengan lutut menyentuh tanah. Air matanya mengucur Deras menetes menciptakan butir-butir kecil ke tanah. Bak tetes hujan. Bibirnya kembali bergetar. “ Ya Allah, Ampunilah hambamu yang tidak pernah ikhlas menjalani segala apa yang terjadi dalam hidup ini. Keesokan harinya !!!! Innalillahi wa innailaihi rojiun… Ibu Ridho menghembuskan nafas terakhirnya semalam secara mendadak. Semua rombongan SMA Tripat melayat kesana hanya suasana haru yang kini terjadi di kediaman Ridho. Sahabat-sahabatnya, Kang Majas dan gadis berjilbab hitam pun membacakan yasin.
berlari menuju ke toilet. Alhasil beberapa murid menatapnya dengan membatin, “Kasihan masih pagi sudah bolak-balik WC”. Disisi lain di halaman sekolah seorang murid kelas dua belas IPA berjalan mindik-mindik karena mengejar waktu, sebut saja Koprol yang hobinya bangun kesiangan, udah tahu sekarang waktunya kimia dengan gurunya yang kiler pakai acara terlambat segala lagi. Anggoro Mustakim bocah asli made in Kaliurang-Jogyakarta, adalah teman dari Gorro, Benben, dan Ridho. Perlu diketahui mereka sering membicarakan tentang Ridho, Teman yang pintar, sholeh, keren, dan ceria. Tetapi sikapnya tidak sesumringah seperti dulu, Entah apa sebabnya, dan seperti bukan Ridho yang sebelumnya.Suatu ketika di kelas XII IPA 2 semua mata terpanah, semua mata terpejam tertuju pada satu titik sosok tinggi semampai, putih, cantik dan memiliki senyum dahsyat yaitu Khaylila anak baru pindahan dari cicalengkah. “Kok pindah? Kenapa? Tanya Gusti” “gak betah saja jauh dari Mama” Khay memberi alasan sambil tersenyum manis. Benar kata orang sosok ibu itu emang dikenang dan dikenangi oleh anaknya daripada sosok Ayah.
“Kemarin kenapa kamu gak masuk Dho? Tanya koprol” yang langsung membuka percakapan saat Ridho membereskan buku-bukunya. Namun Ridho hanya diam, Gorro dan kawan-kawanya menuju ke luar kelas Dan tertuju pada sosok yang melamun “woi Khay, jangan melamun saja” “eh kalian!!! “ denagan tersontak kaget, Khay menjawabnya. “Mana teman kalian yang satunya? Kata Khay”, “maksud kamu Ridho?“ujar Benben. Iya ”dengan singkatnya khay menjawab” kenapa Ridho seperti menjahuiku dan acuh tak acuh terhadapku? “Tanya khay, kepada mereka” koprol menjawabnya dengan ketus ”memang sikap Ridho akhir-akhir ini seperti itu” “aku yo… sebenere penasaran proll? Kata Gorro bocah yang memiliki kapasitas otak yang tak lebih dari otak keong. Kadang suka keterlaluan begonya huh dasa otak Made in Bantul. Gorro, Koprol,benben mulai mengorek-ngorek tentang sikap ridho yang mengacuhkan khay. “Eh sebelumnya aku mau Tanya, tapi kamu jangan marah ya?? Dho,” “iya, jawab Ridho denga jidat yang menggerut“ “Kenapa kamu seperti membenci khay dan akhir-akhir ini sikapmu berubah? Kata mereka” “aku tidak membencinya, tapi aku takut jatuh cinta kepadanya. Ujar Ridho” “kenapa kowe takut jatuh cinta Dho? Ketus Gorro” “ya, karena semua udah jelas Agamaku islam, islam melarang untuk pacaran Apalagi aku sekarang jarang nongkrong dengan kalian karena waktuku dan fikiranku hanya tertuju pada Ibuku, yang sedang sakit kanker. Aku harus mengurus ibuku, sebab Cuma aku yang beliau punya.
“Ada yang mau aku ceritakan kepada kalian, aku berharap bisa dapat masukan atau solusi dari kalian bertiga.” “apa? Cerita saja. Ini yang kami harapkan. Inilah gunanya sahabat. Bukan begitu, Ben?” Benben manggut. “iyo, cerita aja Dho, kowe kan uda bantu aku, saiki gentian aku sing bantu kowe.” “Tapi janji ya? Kalian jangan bilang siapa-siapa!!!” Ridho mulai menceritakan masalahnya mulai dari kurir Narkoba, hingga kebohongan yang dilakukan dengan terpaksa untuk memberikan alasan kepada ibunya tentang asal uang yang selalu dipakai untuk biaya berobat dan menebus obat ibunya selama ini. Ada perasaan bersalah dan berdosah yang selalu menghujam ketika dia melihat teduh wajah sang ibu. “iku podo wae kowe menyuruh mbokmu memakan makanan yang haram, dho? Dan gak takut dipenjara Dho?” kata Gorro. “takut. Tapi, dosa melebihi ketakutanku terhadap penjara.” Ujar Ridho, “Dho buat siapa bunga yang kamu beli setiap hari di toko nya Khay?.” Tanya koprol. “Wah jangan-jangan buat penyamaran kowe waktu nganter narkoba Dho? Jawab Gorro” yang pasalnya terlihat lebih cerdas dari biasanya. Ridho mengangguk pelan. “Biasanya aku selipin ke dalam pot bunga sampai ke dalam tanahnya.” Koprol masih tak percaya yang dilakukan temanya tersebut.
langkah kakinya Begitu gontai, membuatnya terus melaju malam ini. Ridho seolah tersesat di keramaian kota bogor. Masih dengan menyusuri kota bogor Ridho penuh dengan sejuta kekosongan hatinya. Hingga sampai antara persimpangan Jakarta-Bogor-puncak, suara adzan Isya’ akhirnya memecah lamunanya. Langkahnya berhenti disebuah musollah kecil yang terlihat sederhana dari luar. Matanya ke atas, musollah ‘Roudhotul Jannah’ atau taman surga jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia. “Mari dik!” seorang pemuda, sekitar 25 tahun, yang baru dating tiba-tiba menegurnya sembari tersenyum ramah. “Hh..eh iya kang, silahkan duluan mangga,” sahut Ridho yang gagap. Setelah shalat Ridho melihat ke atas langit, tiba-tiba ingat dengan raut wajah ibunya. Seorang pemuda yang hendak memberikan bantuan dengan isyarat ‘cerita saja kalau itu membuatmu tenang’. Lelaki itu menunggu dengan sabar. “Oh iya hamper lupa nama saya Majas” Ridho tersenyum menyambut uluran tangan lelaki di sampingnya “Aku Ridho” mereka mengobrol panjang lebar hingga membicarakan kehidupan Ridho yang sekarang ini. “kamu harus menjalani dengan ikhlas Dho” kata kang Majas. Berat tubuh Ridho tiba-tiba roboh dan terjatuh dengan lutut menyentuh tanah. Air matanya mengucur Deras menetes menciptakan butir-butir kecil ke tanah. Bak tetes hujan. Bibirnya kembali bergetar. “ Ya Allah, Ampunilah hambamu yang tidak pernah ikhlas menjalani segala apa yang terjadi dalam hidup ini. Keesokan harinya !!!! Innalillahi wa innailaihi rojiun… Ibu Ridho menghembuskan nafas terakhirnya semalam secara mendadak. Semua rombongan SMA Tripat melayat kesana hanya suasana haru yang kini terjadi di kediaman Ridho. Sahabat-sahabatnya, Kang Majas dan gadis berjilbab hitam pun membacakan yasin.
Seminggu pun berlalu sejak kepergian
mamanya kembali dipangkuan sang khalik. Gerimis belum redah. Masih setia
menemani Ridho yang duduk di teras depan rumahnya. Jari lentiknya menghidangkan
sebuah irama merdu.
Hujan kau ingatkan aku
Tentang satu rindu
Di masa yang lalu
Saat mimpi indah masih bersamamu
Tentang satu rindu
Di masa yang lalu
Saat mimpi indah masih bersamamu
Terbayang satu wajah
Penuh cinta penuh kasih
terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Penuh cinta penuh kasih
terbayang satu wajah
Penuh dengan kehangatan
Kau Ibu…
Allah, izinkan aku bahagiakan dia,
meskipun dia telah jauh, biarkan aku berarti untuk dirinya… Ibu!!!
Tiba-tiba
Ridho dikejutkan oleh sahabat-sahabatnya “Assalamualaikum, Ridho jalan yuk,
Tanya koprol.” “kemana? Kemana aja kita hanya cari angin” “Bagaimana kalau kita
ke bukit pinggiran puncak,kata Ridho” “Setuju,
kalimat tersebut serempak di keluarkan oleh ketiga sahabatnya”. Tak lama
kemudian mereka sudah sampai ke tempat yang dituju, “lni adalah tempat yang
pernah ditunjukkan kang majas kepadaku,sahut Ridho” wah indah hanya
kalimat-kalimat kagum yang terutarakan dari mulut sahabat-sahabatnya, tak lama
kemudian ada sosok perempuan berjilbab biru menyapa “Hai Assalamualaikum”
sapanya. Belum lama Ridho mengamati wajahnya, gadis itu kembali bersuara. “Aku
Annisa”. “oh iya, iya. Annisa “udah ingat saya , kamu adiknya kang majas yang
waktu itu diajak melayat kan!!!” iya,betul… Sepertinya Ridho terpesona karena
ketakwaannya. “Aku menemukan tempat ini pada
waktu aku kebingungan, boleh aku cerita dengan kalian? Ucap gadis itu” “boleh saja, silahkan!!” “Waktu itu aku masih
SMA kelas dua belas, aku dinyatakan hamil tiga bulan oleh dokter, setelah
kurang lebih sebulan aku nggak dapet hai”
‘Ridho pun membatin, dan masih tidak percaya yang dilakukan oleh gadis
tersebut” “karena orang tuaku bercerai aku melampiaskannya ke diskotik, ujar
Annisa” “Apa kamu tidak dinasehati oleh kang majas, ketus Ridho” “sering…
sampai-sampai aku keluar dari rumah karena tidak betah dinasehati, tapi pada
akhirnya kang majas menyuruhku ke pondok pesantren disitulah aku memulai untuk
berjilbab dan mempelajari agama lebih jelas” jawab khay.
Dua tahun kemudian….
semua urusan sudah rampung mereka telah selesai menghadapi ujian nasional. Begitu pun Ridho yang memilih negeri Sakura sebagai ntempat magangnya. Beberapa tahun kemudian Ridho sampai di Indonesia, beliau harus cepat-cepat menyelesaikan masalah di bogor yaitu kampus Satya Nusantara. Tempat khay kuliah “Hai bagaimana kabarmu” Tanya Ridho kepada khay, “ baik, jawab khay sambil tersenyum” “aku harus bicara sama kamu khay, khay Maafin aku, sungguh ini pilihan yang sulit buatku, tapi… niat beribadah membuatku mutusin ini semuanya…” “Jahat kamu Dho!” khay hanya dapat memaki dalam hati. “Kamu tahu kan kondisi Annisa?, dengan kondisi yang seperti itu, mungkin tak ada laki-laki normal yang bersedia menikahinya, atau mungkin itu ada, tapi hanya orang-orang tertentu dan jarang sekali
semua urusan sudah rampung mereka telah selesai menghadapi ujian nasional. Begitu pun Ridho yang memilih negeri Sakura sebagai ntempat magangnya. Beberapa tahun kemudian Ridho sampai di Indonesia, beliau harus cepat-cepat menyelesaikan masalah di bogor yaitu kampus Satya Nusantara. Tempat khay kuliah “Hai bagaimana kabarmu” Tanya Ridho kepada khay, “ baik, jawab khay sambil tersenyum” “aku harus bicara sama kamu khay, khay Maafin aku, sungguh ini pilihan yang sulit buatku, tapi… niat beribadah membuatku mutusin ini semuanya…” “Jahat kamu Dho!” khay hanya dapat memaki dalam hati. “Kamu tahu kan kondisi Annisa?, dengan kondisi yang seperti itu, mungkin tak ada laki-laki normal yang bersedia menikahinya, atau mungkin itu ada, tapi hanya orang-orang tertentu dan jarang sekali
Aku ingin jadi orang itu khay…
Orang yang jarang itu…
Orang yang jarang itu…
Dia
terlalu jujur atas kondisinya. Dia nggak mau calon suaminya itu nggak tahu
kondisinya yang sudah tak perawan lagi.
Kamu
ngerti kan khay ?
aku harap kamu mengerti.
aku harap kamu mengerti.
“Tapi
kenapa lelaki itu kamu Dho? Tanya khay”
“Karena aku memilihnya karena Allah” jawab Ridho menatap.
“oh
iya, aku mau kasih kamu hadiah, sebenarnya udah lama aku ingin ngasih ini,
hanya saja baru sekarang aku dapat membelinya dengan uang halalku,kata Ridho” Khay
membuka isinya dengan hati-hati ternyata Handphone. “Maaf ya.., bar bisa ngasih
sekarang,” Ridho tersenyum lembut.
Malam harinya koprol,Gorro,Benben dan
Ridho ke rumah Annisa dengan membawa gitar “Assalamualaikum” ucap mereka saat
datang ke rumah Annisa. “waalaikumussalam” terdengar suara Annisa dibalik
gerbang. “SIAP COY” koprol memberi
aba-aba. Ridhoh menyanyikan lagunya kepada Annisa
“…Dan di saat kukatakan jadi istriku
akan membuat… kau menjadi hebat…
akan membuat… kau menjadi hebat…
…percayalah kepadaku,
percaya padaku,
Jiwaku untukmu,
Hidup terlalu singkat, untuk kamu lewatkan tanpa mencoba cintaku…”
percaya padaku,
Jiwaku untukmu,
Hidup terlalu singkat, untuk kamu lewatkan tanpa mencoba cintaku…”
“Jreng… jreng…jerreng”
Annisa
tetap memandang geli karena tingkah laku mereka di samping gerbang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar